For God loved the world so much that he gave his one and only Son, so that everyone who believes in him will not perish but have eternal life. (John 3: 16)
Misi secara harafiah berarti pengutusan untuk melakukan suatu tugas. Belakangan ini kata misi sepertinya kembali menjadi kata favorit di dunia kekistenan. Gereja-gereja sedang menargetkan pertumbuhan jumlah pengikut Kristus di dunia ini. Beberapa punya maksud tulus yakni meneruskan amanat Yesus, sedang yang lain melakukannya demi memperbanyak jumlah anggota jemaat mereka. Terlepas dari maksud dan motivasi, bisa dipastikan sebagian besar orang Kristen memang memikili beban untuk membagi berita Gospel (- dari kata ‘Good Spell’ kabar baik) atau God’s Pill ( obat bernama Tuhan) kepada dunia. Tulisan ini bertujuan untuk menantang asumsi yang ada selama ini mengenai apa dan bagaimana misi sebaiknya dilaksanakan. Penulis tidak memaksakan pembaca untuk setuju sepenuhnya dengan isi tulisan, namun lebih mengundang untuk memikirkan ulang konsep-konsep yang pembaca punya selama ini.
Contoh terbaik untuk mempelajari misi adalah dari Allah sendiri. Bapa di surga telah mengutus Anak-Nya Yesus ke dalam dunia untuk melaksanakan suatu tugas, yakni penebusan manusia. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa Yesus adalah Misionaris terbesar sepanjang sejarah. Melalui cara Bapa mengutus Yesus ke dalam dunia seperti yang diuraikan dalam Yohanes 1 : 9-14 kita bisa belajar mengenai prinsip-prinsip utama dari misi dan penginjilan. Sebenarnya misi sendiri tidak jauh-jauh dari Yes-(it’s)-Us.
Mission is Us – Coming into the World
The one who is the true light, who gives light to everyone, was coming into the world. (ayat 9)
Misi berarti diutus pergi ke suatu tempat yang lain. Yesus meninggalkan surga untuk datang ke dalam dunia. Gereja juga diutus Yesus untuk pergi ke dalam dunia. Itu sebabnya Yesus tidak langsung membawa GerejaNya ketika kembali kepada Bapa, melainkan melepaskan Gereja untuk menjalankan misi di dunia. Celakanya, hal ini sudah hampir dilupakan oleh Gereja masa kini.
Kebanyakan gereja mengartikan misi sebagai mengundang dunia ke dalam sebuah tempat bernama gereja. Oleh karena itu, mayoritas gereja menganggap mereka sudah menjalankan misi jika telah menyelenggarakan berbagai event yang bertujuan mengundang orang dunia mau masuk ke dalam gereja, entah melalui acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), konser musik, acara makan-makan, atau Seminar Pengembangan Pribadi. Bangunan gereja pun dipermewah dengan menambahkan AC dimana-mana dan musik gereja pun diperbaharui dengan mengikuti selera pasar yang sedang berkembang. Segala upaya tersebut memang bagus, tapi sudah melupakan dasar esensi misi sesungguhnya, yakni ‘kita pergi ke dalam dunia’ dan bukan ‘dunia datang ke kita’.
Hasilnya kita punya the so-called ‘hyped’ christianity. Semua yang dilakukan dalam ‘misi’ gereja bertujuan menunjukkan kepada dunia betapa indahnya menjadi orang Kristen dan betapa orang-orang Kristen memang sangat cool. Orang Kristen pun terlatih untuk memasang topeng bernama ‘kerendahan hati palsu’ dan semua di dalam bangunan gereja memang nampak seperti tidak punya masalah. Orang dunia yang datang ke bangunan gereja pun dilatih untuk mengganti baju ‘setan’ mereka dan mengenakan kostum ‘malaikat’ di dalam gereja dan parahnya mereka kembali berganti kostum ketika keluar dari bangunan gereja.
Allah mengartikan misi sebagai pergi ke dunia, namun kita telah lancang menyebut segala upaya mengundang dunia ke dalam gereja sebagai misi. Sekali lagi saya katakan bahwa misi adalah gereja datang ke dunia, bukan dunia datang ke gereja. Jika anda sependapat dengan saya silahkan lanjut membaca thesis-thesis selanjutnya, namun jika tidak, sebaiknya anda tidak usah lanjut membaca karena tidak akan ada gunanya semenjak anda suka berada di zona nyaman.
Mission is Us – Shining in the Darkness
The one who is the true light, who gives light to everyone, was coming into the world. (ayat 9)
Bapa mengutus Yesus untuk menjadi terang bagi dunia dan sekarang dunia telah terang bederang karena efek kedatangan Yesus. Dunia 2000 tahun sesudah kedatangan Yesus sudah berbeda jauh dengan dunia pada zaman Yesus. Kedatangan Yesus telah membuat manusia memikirkan ulang konsep-konsep yang dianggap
Apakah misi gereja hari-hari ini sedang menunjukan terang yang bersinar di kegelapan? Yang ada malah terang yang eksklusif dan menolak hadir di tengah-tengah kegelapan. Gereja merasa risih dengan kegelapan di sekitarnya sehingga akhirnya memilih untuk menerangi dirinya sendiri. Tidak heran jika akhirnya setiap cacat cela gereja menjadi olok-olok dunia. Gereja sudah lupa bagaimana caranya bersinar di tengah kegelapan.
Jemaat gereja hari ini dilatih menjadi katak dalam tempurung dengan membuat subkultur sendiri. Mereka mengenal yang namanya musik Kristen, film Kristen, buku Kristen, sekolah Kristen, televisi Kristen, sulap Kristen, partai politik Kristen, arisan Kristen, hotel Kristen, mobil Kristen, bakmi Kristen hingga make-up Kristen. Mereka adalah kelompok masyarakat yang alergi terhadap segala sesuatu yang tidak berlabel Kristen. Mereka mencap Harry Potter sebagai pekerjaan setan, Teletubbies sebagai gay, dan Ahmadinejad sebagai antikristus. Mereka adalah kelompok masyarakat yang sangat amat eksklusif.
Sama dengan cara pandang orang miskin di daerah kumuh terhadap orang-orang yang tinggal di perumahan elit, demikianlah pandangan dunia terhadap Gereja. Mereka melihat gereja sebagai alien-alien yang hidup untuk diri mereka sendiri. Gereja mungkin saja mengadakan acara sosial seperti membantu orang-orang miskin dan susah, namun seringkali itu dilakukan hanya kepada kalangan sesama Kristen, atau kalangan di luar Kristen dengan tujuan meng-kristen-kan mereka. Dengan kata lain Gereja tidak berhasil menjalankan misi menjadi terang di dunia karena Gereja memang tidak peduli pada kegelapan yang ada di dunia.
Mission is Us – Not Self-seeking
He came into the very world he created, but the world didn't recognize him. (ayat 10)
Sangat miris memang melihat bagaimana Bapa mengutus Yesus ke dalam dunia – dengan kesederhanaan. Selama di bumi Yesus dikenal sebagai pribadi yang bersahaja, jauh dari kemewahan dan hedonisme dunia, dan Dia memilih menjadi yang paling rendah dari yang paling rendah. Yesus tidak mencari popularitas. Meski saudara-saudara Yesus mengusulkan sebuah usulan menajerial yang sangat baik, “Berangkatlah dari sini dan pergi ke Yudea, supaya murid-murid-Mu juga melihat perbuatan-perbuatan yang Engkau lakukan. Sebab tidak seorangpun berbuat sesuatu di tempat tersembunyi, jika ia mau diakui di muka umum. Jikalau Engkau berbuat hal-hal yang demikian, tampakkanlah diri-Mu kepada dunia." (Yoh 7:3-4), Yesus malah menganggap dingin ide marketing brilian saudara-saudaranya tersebut.
Yesus menjalankan misinya dengan tidak berusaha mencari perhatian. Misi akan dianggap berhasil apabila tugas berhasil dilaksanakan dengan baik, bukan karena banyak orang yang memperhatikan dan ikut serta. Sungguh kontras dengan Gereja masa kini yang sangat ingin mendapat perhatian dunia dengan menonjolkan hal-hal yang dianggap Yesus sendiri sebagai ‘kebodohan’ seperti dalam hal jumlah pengikut, popularitas, dan kekayaan material.
Yesus tidak perduli dengan berapa murid yang Dia punya, malah mungkin Dia bisa dianggap gagal karena meskipun hanya punya 12 pengikut, Dia masih harus kehilangan 1 orang yang bukan hanya meninggalkanNya, namun juga mengkhianatiNya. Yesus tidak mempedulikan statistik, tapi transformasi hidup. Jika gereja hari ini menganggap diri sukses dengan banyaknya jumlah jemaat, hal ini mungkin mungkin akan diketawakan Yesus jika Dia diwawancarai
Yesus tidak peduli dengan popularitas, malah dia selalu berusaha kabur dan menghindar dari fans-fans fanatiknya. Dia gak berminat jadi superstar dan Dia tidak peduli apa kata orang tentang Dia. Gereja hari ini mengukur kesuksesan dengan seberapa laris buku best-seller mereka, seberapa nge-hit musik mereka, dan seberapa besar tarif pengkhotbah kesayangan mereka.
Mission is Us – Not Imposing Others
He came to his own people, and even they rejected him. (ayat 11)
Sejarah dunia menyebutkan salah satu alasan mengapa Kristen menjadi agama dengan pengikut terbanyak di dunia karena penyebarannya melalui media kekerasan. Pada zaman dahulu, Paus bekerja sama dengan raja-raja Eropa untuk menaklukkan dunia dan memaksa seluruh dunia menjadi Kristen. Sebuah anekdot Afrika menceritakan bahwa sebelum bangsa Eropa datang ke Afrika, bangsa Afrika memiliki emas di tangan mereka. Setelah berjumpa dengan bangsa Eropa, emas pun berpindah ke tangan bangsa Eropa dan di tangan bangsa Afrika diberikan Injil sebagai ganti emas. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar bangsa yang notabene Kristen seperti Eropa, Afrika, dan Amerika Latin telah dibaptis dalam pedang dan senapan.
Mission is Us – Giving Ourselves
But to all who believed him and accepted him, he gave the right to become children of God. (ayat 12)
Yesus datang dengan semua misi untuk membuat sebanyak mungkin orang menjadi anak-anak Allah. Meskipun dia adalah Putera tunggal Bapa, Dia rela untuk memberikan hak kesulunganNya kepada kita, agar kita boleh mengalami semua berkat yang Yesus miliki di dalam Bapa. Misi berbicara mengasihi dan mengasihi berbicara memberi. Yesus memberikan harta terbaik yang Ia miliki, yakni nyawaNya agar kita bisa mendapat bagian di dalam kemuliaanNya.
Apa yang Yesus contohkan ketika dia menjalankan misi di dunia? Dia menjadikan diriNya yang mulia sebagai hamba dan pelayan yang hina. Yesus bahkan sempat mengambil jubah seorang budak dan membasuh kaki murid-muridNya. Yesus mengajarkan bahwa kebesaran sejati timbul dari merendahkan diri dan melayani dunia ini. Pertanyaan yang timbul sekarang ialah apakah Gereja melayani dunia seperti seorang hamba melayani tuannya? Apakah Gereja malah menuntut dunia melayani dirinya dengan menuntut fasilitas dan kemudahan? Apakah gereja rela kehilangan semarak kebaktian mewah dan menyumbangkan semua uang untuk melayani dunia (mereka yang tertindas)? Apakah gereja rela kehilangan hak demi menjangkau hati manusia yang sudah bebal? Dalam menjalankan misinya, Yesus sudah memberikan segala-galanya bagi dunia. Pertanyaannya sekarang, apakah gereja sudah memberikan segala-galanya bagi dunia?
Mission is Us – Incarnating
So the Word became human and made his home among us. He was full of unfailing love and faithfulness. And we have seen his glory, the glory of the Father's one and only Son. (ayat 14)
Ketika Yesus datang ke dunia, Dia terlebih dahulu menginkarnasikan diriNya ke dalam rupa manusia. Dia memilih untuk lahir sebagai bayi tidak berdaya, mengalami proses pertumbuhan selayaknya manusia bertumbuh, dan mengalami keterbatasan-keterbatasan fisik sebagai manusia. Misi bagi Yesus ialah mengkomunikasikan pesan dari Bapa dan pesan itu baru akan tersampaikan dengan baik apabila pesan itu telah melalui proses inkarnasi terlebih dahulu. Yesus tidak datang ke dunia dalam rupa keilahianNya namun Ia menjadi sama dengan manusia.
Gereja misi adalah gereja yang berinkarnasi ke dalam dunia. Pesan Injil tidak sampai dengan jelas karena Gereja memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa yang digunakan dunia, akibatnya ialah miskonsepsi dan salah pengertian yang berbuntut pada kecurigaan yang berlarut-larut. Gereja telah terlalu sombong untuk mau membungkuk dan menjadi sama dengan dunia. Oleh karena itu gereja sebaiknya menghapus segala penggunaan bahasa Kristen dan mulai berbicara dalam bahasa yang dimengerti oleh dunia ini.
Apakah dunia ini akan mendengar orang ‘kudus’ yang terlihat seperti habis tersambar petir dan mengucapkan kata-kata yang ‘terlalu rohani’? Apakah dunia ini akan mendengar kesaksian dari para selebritis Kristen yang hidup dalam kemewahan semu? Saya rasa dunia ini sedang mencari mereka yang sama seperti dirinya, “been through hell, done that”, dan berbicara dalam bahasa yang mampu dimengerti.
Mission is Us – being Jesus
So the Word became human and made his home among us. He was full of unfailing love and faithfulness. And we have seen his glory, the glory of the Father's one and only Son. (ayat 14)
* Semua kutipan alkitab berbahasa Inggris di ambil dari The New Living Translation (NLT)